Surabaya menawarkan berbagai wisata museum yang menarik untuk dikunjungi. Dengan mengunjungi museum-museum ini memberikan pengalaman edukatif dan memperkaya pemahaman tentang sejarah serta budaya Surabaya
Museum Surabaya, yang berlokasi di Gedung Siola, merupakan museum pemerintah yang menyajikan informasi mengenai sejarah Kota Surabaya. Terletak di kawasan yang dikelilingi beberapa cagar budaya, gedung ini awalnya dibangun sebagai toserba pada tahun 1877. Museum Surabaya diresmikan pada tanggal 3 Mei 2015 oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.
Tugu Pahlawan didirikan pada tanggal 10 November 1951 dan diresmikan setahun kemudian oleh Presiden Ir. Soekarno, untuk mengenang perjuangan para pahlawan dalam Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Di bawah tanah kompleks ini, pada kedalaman 7 meter, mulai dibangun Museum Sepuluh November seluas 1.366 m² pada tanggal 10 November 1991, yang diresmikan oleh Presiden KH. Abdul Rahman Wahid pada tanggal 19 Februari 2000. Museum ini menyimpan berbagai peninggalan sejarah masa penjajahan dan mendukung keberadaan Tugu Pahlawan. Monumen ini, yang berdiri di tengah kota Surabaya dengan luas area sekitar 1,3 hektar, menjadi ikon kota yang memperingati pengorbanan arek-arek Suroboyo melawan Belanda.
Museum Pendidikan Dokter Surabaya adalah museum yang mengkhususkan diri dalam mengoleksi berbagai buku kedokteran dan peralatan medis. Diresmikan pada 17 Oktober 2013, museum ini awalnya dibangun untuk menyediakan ruang pendidikan bagi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, atas gagasan Sentot Moestadjab Soetamadji. Terletak di bagian barat gedung utama Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, museum ini memiliki arsitektur bergaya Hindia Baru. Koleksi museum meliputi buku-buku kedokteran dari era Nederlandsch Indische Artsen School hingga masa kini. Buku-buku tersebut, yang sebagian besar masih dalam bahasa Belanda, berasal dari karya tulis ilmiah pemerintah Hindia Belanda bersama sekolah STOVIA dan diterbitkan di Jakarta pada tahun 1924.
Rumah kediaman H.O.S. Tjokroaminoto diresmikan menjadi museum oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini pada tanggal 27 November 2017. Terletak di Jalan Peneleh Gang VII Surabaya, rumah ini bukan hanya tempat tinggal Pahlawan Nasional H.O.S. Tjokroaminoto dan keluarganya, tetapi juga menjadi lokasi pertemuan dan dialog bagi tokoh-tokoh pergerakan dengan berbagai latar belakang ideologi seperti Semaoen, Alimin, Darsono, dan Tan Malaka. Museum H.O.S. Tjokroaminoto kini memiliki 143 koleksi yang terkait dengan kehidupan dan kediaman H.O.S. Tjokroaminoto, menjadikannya destinasi wisata sejarah yang penting di Surabaya.
Rumah kelahiran Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, terletak di Pandean Peneleh, Gang IV, No. 40, Surabaya. Sekitar satu abad yang lalu, Soekarno, yang saat kecil bernama Koesno, lahir di kampung ini pada 1 Juni 1901. Ayahnya, Raden Soekemi Sosrodihardjo, dipindahkan dari Singaraja, Bali, untuk menjadi guru di Sekolah Rakyat Sulung Surabaya pada tahun 1900. Raden Soekemi bersama istrinya, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben, yang sedang mengandung Soekarno, berlayar ke Surabaya dengan kapal. Kapal mereka berlabuh di Kali Mas, yang terletak tidak jauh dari rumah tersebut. Rumah ini berada di gang kecil di pusat kota Surabaya dan menjadi saksi kelahiran seorang tokoh besar bangsa.
Museum Dr. Soetomo menampilkan perjalanan hidup seorang tokoh pergerakan dan pendiri Boedi Oetomo, Dr. Soetomo. Diresmikan pada November 2017 oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini, museum ini berada di kompleks bersejarah Gedung Nasional Indonesia (GNI) di Jalan Bubutan No. 85-87, Surabaya. Gedung ini dulu merupakan pusat pembentukan Komisi Nasional Indonesia dan Badan Keamanan Rakyat. Museum ini terbagi menjadi dua lantai yang penuh dengan sejarah dan inspirasi. Di lantai pertama, Anda dapat menemukan cerita kelahiran dan perjalanan hidup Dr. Soetomo melalui berbagai dokumentasi yang menarik. Lantai kedua membawa Anda kembali ke masa lalu dengan replika ruang praktik Dr. Soetomo di Rumah Sakit Central Burgelijke Ziekenini Ichting. Di sini, Anda juga bisa melihat barang-barang pribadi miliknya, mulai dari meja keluarga, ruang praktik kerja, hingga koleksi foto-foto yang penuh kenangan. Setiap sudut museum ini menghidupkan kembali kisah seorang pahlawan yang dedikasinya terus menginspirasi.
Museum ini awalnya merupakan rumah Roekiyem Soepratijah, kakak pertama dari WR. Soepratman. WR. Soepratman tinggal di sini dari tahun 1937 hingga meninggal pada 17 Agustus 1938. Bangunan ini memiliki dua kamar tidur di sisi kanan dan ruang tamu di sisi kiri. Di ruang tamu, terdapat foto-foto WR. Supratman bersama keluarga dan teman dekatnya, serta sebuah lemari dengan replika biola. Kamar tidur utama WR. Soepratman memiliki keunikan karena hanya dapat diakses melalui jendela depan, yang dirancang untuk mengelabui aparat Hindia Belanda. Dengan detail ini, museum ini tidak hanya mengenang kehidupan pahlawan nasional, tetapi juga menunjukkan strategi cerdik dalam menghadapi penindasan kolonial.
De Javasche Bank membuka cabang di Surabaya pada 14 September 1829. Bangunan aslinya di plot tersebut dihancurkan pada tahun 1904 dan digantikan dengan bangunan baru seluas 1.000 meter persegi. Gedung ini dirancang dalam gaya Neo-Renaissance, serupa dengan kantor pusat De Javasche Bank di Batavia, dengan sentuhan perhiasan Jawa pada detilnya. Setelah dinasionalisasi oleh pemerintah pada tahun 1951, gedung ini berfungsi sebagai kantor Bank Indonesia perwakilan Surabaya dari tahun 1953 hingga 1972. Pada 27 Januari 2012, gedung tiga lantai ini diresmikan sebagai cagar budaya. Saat ini, gedung yang mudah diakses dengan kendaraan pribadi atau transportasi umum ini menjadi tempat yang menarik bagi masyarakat untuk menjelajahi jejak sejarah perbankan Surabaya, dengan akses gratis bagi pengunjung.
Monumen Kapal Selam (Monkasel) adalah sebuah museum yang menarik yang menempatkan kapal selam KRI Pasopati 410, buatan Uni Soviet tahun 1952. Terletak di pusat kota Surabaya, tepatnya di Embong Kaliasin, Genteng, dengan akses langsung ke Jalan Pemuda dekat Plaza Surabaya. Monkasel memiliki cerita unik di balik pembuatannya. Pak Drajat Budiyanto, mantan Komandan Kapal KRI Pasopati 410, bermimpi diperintahkan KSAL untuk membawa kapal selam ini melintasi Kali Mas. Mimpi ini menjadi kenyataan ketika ia ditugaskan untuk memotong, mengangkut, dan merakit kembali kapal selam ini di samping Plaza Surabaya, sehingga menjadi monumen menarik yang bisa dinikmati oleh masyarakat Surabaya sebagai bagian dari sejarah Angkatan Laut Indonesia.
Museum Yos Sudarso Surabaya adalah destinasi wisata sejarah yang menarik, khususnya bagi pecinta sejarah Indonesia. Museum ini didirikan untuk mengenang Komodor Yos Sudarso, seorang pahlawan nasional Indonesia yang gugur dalam pertempuran laut di Arafuru pada 15 Januari 1962. Pertempuran tersebut menjadi tonggak sejarah dalam perjuangan TNI Angkatan Laut untuk merebut kembali Papua Barat dari Belanda.
Museum Hoofdbureau adalah sebuah bangunan cagar budaya yang berfungsi sebagai kantor Polrestabes Surabaya sekaligus menjadi museum hidup yang pertama kali dibuka untuk umum. Bangunan ini telah dikenal sejak tahun 1928 sebagai museum milik polisi Surabaya. Sejarah bangunan ini melibatkan perpindahan lokasi beberapa kali, termasuk saat digunakan sebagai markas kepolisian oleh Jepang selama masa penjajahan. Pada akhirnya, bangunan ini direnovasi selama 4 bulan oleh Kombes Pol. Yan Fitri Halimansyah, dengan kolaborasi bersama tim cagar budaya untuk menggali sejarah dan mengumpulkan data tentang Hoofdbureau.
Museum TNI AL Loka Jala Crana, sebelumnya dikenal sebagai Museum Akabri Laut, didirikan pada 19 September 1969. Awalnya bernama Museum TNI Angkatan Laut pada 1973, kemudian berganti menjadi Museum Loka Jala Crana pada 1979. Museum ini adalah tempat yang mengabadikan peralatan dan sejarah TNI Angkatan Laut, diresmikan oleh Ibu R. Mulyadi, istri dari Panglima Angkatan Laut Laksamana R. Moeljadi. Terletak di Komplek Akademi TNI Angkatan Laut (AAL) Bumimoro Krembangan Surabaya, museum ini tidak hanya menyimpan koleksi bersejarah, tetapi juga memiliki Planetarium yang sejak 1973 membuka pintunya untuk umum. Bangunan Planetarium ini sendiri telah diakui sebagai bangunan Cagar Budaya, menambah daya tarik Museum Loka Jala Crana sebagai destinasi wisata sejarah yang menarik di Surabaya.
Museum Bank Mandiri terletak di kawasan kampung pecinan Surabaya, hanya sekitar 100 meter dari Jembatan Merah. Gedung ini, yang dulunya dikenal sebagai Escompto Bank, merupakan bangunan kuno yang dirancang oleh arsitek Belanda bernama Maruis J. Hulswit pada tahun 1928. Keberadaan museum ini menjadi magnet bagi wisatawan yang ingin menjelajahi Kota Surabaya, tidak hanya bagi wisatawan lokal tetapi juga bagi turis asing, terutama dari Belanda yang ingin mengenang masa lalu di kota kelahiran mereka. Bangunan ini masih terawat dengan baik dan digunakan sebagai kantor Bank Mandiri cabang Kembang Jepun di lantai atas, sementara museumnya berada di lantai bawah.
Museum ini didirikan untuk menghormati para atlet Surabaya yang telah mengibarkan bendera merah putih dalam kompetisi internasional. Dengan luas bangunan mencapai 501m², museum ini berlokasi di kompleks GOR Pancasila dan lapangan THOR, yang menjadi simbol semangat kompetisi untuk mengharumkan nama negara. Koleksi museum meliputi medali asli yang disumbangkan oleh atlet-atlet asal Surabaya serta teknologi AR (Augmented Reality) yang memungkinkan pengunjung berfoto dengan atlet legenda dari Surabaya. Museum ini terdiri dari dua lantai; di lantai pertama terdapat koleksi olahraga rakyat/tradisional serta kata-kata inspiratif dari para atlet, sementara di lantai dua terdapat koleksi dari berbagai cabang olahraga seperti pencak silat, gulat, bulu tangkis, tenis lapangan, voli pantai, dan lain-lain.
Museum Pusat TNI AL adalah koleksi museum terbaru di Indonesia yang diharapkan akan menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang, membentuk mindset dan karakter maritim menuju Jalesveva Jayamahe. Terletak di lahan seluas sekitar 3,2 hektar, museum ini dirancang dengan konsep museum pintar yang mengadopsi teknologi 4.0, menggunakan perangkat elektronik dan multimedia. Selain itu, pembangunan museum ini juga sangat memperhatikan pengembangan ruang terbuka hijau dengan konsep landscape yang teduh, menggabungkan keasrian taman untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan menarik.
Gedung Juang 45 diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 17 April 1993. Selain sebagai Kantor Dewan Harian Daerah (DHD) 45 Provinsi Jawa Timur, gedung ini juga berperan sebagai pendukung dalam usaha mengumpulkan data otentik sejarah perjuangan bangsa serta mempertahankan identitas Surabaya sebagai kota Pahlawan, yang mencerminkan semangat dan nilai-nilai dari era 45. Gedung ini terdiri dari 3 lantai. Lantai pertama menampilkan ruang utama atau lobi untuk menerima tamu-tamu penting. Di tengah ruangan berdiri patung Kolonel Sungkono, tokoh yang berperan dalam revolusi dan kemudian memimpin Angkatan Bersenjata divisi Jawa Timur.